DESAIN
PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DIGITAL
UPT PERPUSTAKAAN
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
- Pendahuluan
Membangun
perpustakaan digital yang efektif adalah suatu pekerjaan yang besar dan
memerlukan perencanaan secara seksama, karena bukan sekedar penerapan
teknologinya semata namun perlu disadari adalah bagaimana pembangunan
perpustakaan digital dapat menciptakan koleksi digital yang sungguh-sungguh dapat
bermanfaat. Kesadaran dari internal perpustakaan harus dibangun untuk
menunjukkan bahwa perpustakaan adalah sumber primer bagi pencari informasi.
Perpustakaan adalah adalah bangunan utama untuk melahirkan suatu komunitas
ilmiah dan masyarakat informasi[1].
Untuk
merealisasikan semua hal tersebut diatas secara terus-menerus perpustakaan
harus berinovasi untuk menciptakan perpustakaan yang sesuai dengan tuntutan
zaman. Perpustakaan yang berorientasi pada fungsi otomasi dengan melalui komputer
mainframe dengan terminal-terminal yang
menggunakan jaringan-jaringan LAN (local
area network) dan WAN (wide area
network, adanya pemanfaatan bersama jaringan teknologi informasi, resource sharing dan laporan-laporan
manajemen perpustakaan secara elektronik.
Hal ini perlu dilakukan karena adanya penyebaran koleksi dari berbagai jenis
bidang ilmu pengetahuan ke perpustakaan
begitu cepat. Akses masyarakat terhadap koleksi tercetak menjadi mudah dan
murah.
Melihat
fenomena masyarakat informasi sekarang maka perlunya dibangun adanya
perpustakaan digital. Perpustakaan digital yang dikemukakan oleh Gladney[2]
bahwa perpustakaann yang harus memenuhi atau menyediakan semua jasa esensial
dari jasa perpustakaan tradisional dan juga mengeksploitasi kelebihan dan
mafaat penyimpanan, penelusuran, dan komunikasi digital. Jenis perpustakaan ini
harus dapat memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang muncul di
perpustakaan dengan cara efektif dan efisien.
Dalam
memenuhi kebutuhan tersebut maka perpustakaan khususnya di perguruan tinggi
hendaknya mampu memberikan layanan informasi secara cepat dan mudah bagi pemustakanya dengan menyediakan akses terhadap
informasi dan materi-materi yang diterbitkan dalam bentuk digital atau
didigitalisasikan dari bentuk tercetak, audiovisual dan bentuk-bentuk lainnya.
Koleksi
di perguruan tinggi yang umumnya berupa koleksi lokal yang merupakan koleksi
unggulan yang dihasilkan oleh sivitas akademika perguruan tinggi berupa koleksi
laporan tugas akhir, skripsi, thesis, desertasi maupun hasil karya penelitian
dosen. Koleksi tersebut akan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat
informasi dengan melakukan penyediaan akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat
informasi dengan melalui perpustakaan digital.
Akan
tetapi salah satu masalah utama adalah sejauh mana perpustakaan mampu
mendigitalisasikan koleksi yang ada. Karena masalah ini sangat erat kaitannya
dengan manajemen koleksi lokal dan akses jangka panjang ke internet serta
pemeliharaannya. Tahapan-tahapan yang perlu di rencanakan oleh perpustakaan
dalam melakukan digitalisasi koleksi, dimana perpustakaan harus dapat mengantisipasi kendala-kendala dalam
pelaksanaan digitalisasi koleksi tersebut.
Keberhasilan
digitalisasi koleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekuatan
koleksi, keunikan koleksi, arsitektur teknis dan kompetensi pengelola sistem. Perlu
diperhatikan juga adanya hak kepemilikan hasil karya sivitas akademika yang
perlu dilindungi agar tidak terjadi plagiarisme karya-karya koleksi local yang
masih menjadi kekhawatiran bagi sebagian besar lembaga perguruan tinggi untuk
dapat membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat informasi.
Dalam
lingkup dunia digital, upaya preservasi merupakan proses kreasi produk digital
yang memiliki nilai untuk dilestarikan sepanjang waktu. Secara teknis untuk
mempermudah akses terhadap sumber informasi cukup hanya dengan menyiapkan
kombinasi alat seperti scanner, komputer yang digunakan sehingga demikian
kebutuhan alih media digital dapat dipenuhi. Hal penting yang harus
diperhatikan dalam pengelolaan koleksi digital adalah bukan hanya dimana
tempatnya, tetapi bagaimana pemeliharaannya.
Hal
lain yang tak kalah pentingnya dalam membangun perpustakaan digital adalah
ketersediaan metadata. Metadata adalah data yang menggambarkan isi dan
sifat-sifat item tertentu dalam perpustakaan digital. Ini adalah istilah yang sudah dikenal
pustakawan karena merupakan salah satu tugas dalam pengelolaan bahan pustaka.
Metadata merupakan hal penting dalam perpustakaan digital karena merupakan
kunci untuk penemuan dan penggunaan sumber daya dari setiap bahan pustaka.
Yang
lebih penting adalah kesiapan SDM mulai dari pihak top manajer hingga staf
pelaksana dalam memahami perkembangan dan fungsi teknologi digital, sehingga ada motivasi yang cukup
besar untuk memulai upaya inovatif dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah
ada secara maksimal. Untuk mengoptimalkan SDM bisa dilakukan dengan mengadakan
pelatihan atau workshop yang berhubungan dengan alih media digital atau perlu
adanya pendampingan dari pihak lain sebagai konsultan dan penyedia jasa (out sourcing) yang dapat memicu
terwujudnya perpustakaan digital.
Untuk
kebutuhan tersebut diatas maka perpustakaan politeknik Negeri Semarang dalam
melakukan tugasnya sebgai penyedia
sumber informasi ilmiah perlunya melakukan desain perpustakaan sesuai
tuntutan pemustaka dalam rangka mengembangkan perpustakaan digital. Tahapan
yang akan dilakukan oleh perpustakaan yaitu meliputi proses penataan koleksi
digital, preservasi digital, sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dan
kompetensi dalam bidang teknologi informasi juga memperhatikan masalah hak
intelektual bagi karya sivitas akademika Politeknik Negeri Semarang.
B.
Tujuan
Tujuan kegiatan
desain pengembangan perpustakaan digital di perpustakaan Politeknik Negeri
Semarang adalah:
1. Memberikan
akses seluas-luasnya terhadap sumber informasi ilmiah kepada sivitas akademikaa
Politeknik Negeri Semarang dan masyarakat ilmiah.
2. Memberikan
layanan secara cepat, mudah dan murah kepada sivitas akademika Politeknik Negeri
Semarang dan masyarakat ilmiah.
3. Meningkatkan
budaya baca kepada sivitas akademika Politeknik Negeri Semarang dan masyarakat
ilmiah.
C.
Pembahasan
Dalam
pengembangan perpustakaan digital yang perlu dilakukan oleh perpustakaan yaitu
dengan berpegang pada dua prinsip baru yang akan menjadi sentral, yaitu 1)
koleksinya meliputi materi dari berbagai sumber dan 2) pemakai yang disajikan
suatu pandangan homogen dari berbagai sumber[3].
Sumber koleksi digital disini mencakup materi yang didigitalisasikan dari
bahan-bahan koleksi yaitu koleksi yang hak aksesnya telah dimiliki oleh
perpustakaan yaitu koleksi lokal hasil karya sivitas akademika, materi-materi
digital yang ditambahkan ke koleksi digital melalui proses pembelian berupa e-journal, e-book, dan CD-ROM.
Perpustakaan
dalam melakukan proses digitalisasi perlu juga memperhatikan masalah
pemeliharaan koleksi yang merupakan aktivitas sangat penting, terutama
perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan dalam mendorong kegiatan tri
dharma perguruan tinggi. Sehingga perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam mendesain
perpustakaan digital. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
dalam membangun perpustakaan digital[4],
yaitu:
1. Analisis
kebutuhan (need analysis)
Dalam menganalisa kebetuhan untuk
membangun perpustakaan digital ini, maka perlu mempertimbangkan visi dan misi perpustakaan
Politeknik Negeri Semarang yaitu dengan mengacu pada visi dan misi perpustakaan
tersebut, maka untuk membangun perpustakaan dugutal diperlukan infrastruktur
dan tenaga yang memadai. Infrastruktur ini antara lain meliputi :
1. Perangkat
Komputer (hardware) yang berfungsi
sebagai server yang menampung data informasi sumber bahan perpustakaan lokal
dan software (perangkat lunak) untuk
menjalankan program.
2. Scanner alat
ini berfungsi untuk mendigitalisasi koleksi laporan akhir mahasiswa, laporan
penelitian dosen, dan koleksi lokal lainnya yang berupa hasil kegiatan sivitas
akademika Politeknik Negeri Semarang.
3. Provider untuk
internet yang berfungsi sebagai penghubung akses dalam mencari dan
menyebarluaskan informasi.
4. Jaringantelepon
yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan pihak-pihak terkait.
5. Tersedianya
tenaga teknis yang mengoperasikan dan berperan sebagai penghimpun, pengolah,
dan mendistribusikan informasi.
2. Studi
kelayakan (feasibility study)
Setelah
menentukan kebutuhan dan tujuan, maka tahap berikutnya adalah melakukan studi
kelayakan yang penilaiannya meliputi 3 komponen, yaitu:
a. Secara
teknik layak (technically feasible)
Kelayakan secara teknis ini
diperlukan dalam mendesain perpustakaan digital, karena dalam pengembangannya
membutuhkan infrastruktur dan tenaga yang memadai seperti perangkat keras
maupun perangkat lunak, provider, internet, jaringan, dan tersedianya tenaga
teknis yang mengoperasikannya.. Dengan melihat pertimbangan diatas, maka
perpustakaan Politeknik Negeri Semarang memfokuskan koleksi lokal yang menjadi
prioritas untuk pengembangan perpustakaan digital.
b. Secara
ekonomi menguntungkan (economically
profitable)
Dari penilaian mengenai aspek
ekonomi yang menguntungkan perpustakaan hanya menfokuskan pada masalah
optimalisasi dalam pelayanan, efektifitas dan efisien kerja, dan
keberlangsungan dalam preservasi koleksi pada waktu yang lama. Sehingga dengan
pertimbangan tersebut maka aspek manfaat yang akan diperoleh secara ekonomi pengembangan
perpustakaan digital sangat menguntungkan perpustakaan.
c. Secara
teknis layak (socially acceptable)
Dalam melakukan desain pengembangan
perpustakaan digital ini perlu dilakukan sosialisasi kepada sivitas akademika
Politeknik Negeri semarang dengan melakukan berbagai cara, antara lain,
melakukan pertemuan dengan para ketua jurusan, ketua program studi, badan
eksekutif mahasiswa, HMJ dan pengelola perpustakaan jurusan, kegitan lain yaitu
dengan melakukan survai kepada pemustaka perpustakaan. Cakupan aspek dalam
analisanya perpustakaan juga mempertimbangkan dan menjunjung tinggi hukum
terkait dengan UU Hak Cipta.
3. Memilih
Software
Dengan membangun perpustakaan
digital, maka perlu diperhatikan mengenai software yang mudah digunakan dan
familiar pada masyarakat informasi, disini perpustakaan Politeknik akan menggunakan
software e-print. Pertimbangan
memilih software tersebut karena tersedia gratis dan dapat diakses dengan
mudah. Disamping hal tersebut diatas, pertimbagan lain dalam pemilihannya
software perpustakaan yaitu:
a. Access
Point
Software yang baik adalah software
yang memiliki jangkauan secara luas, dan data yang dimiliki dapat ditelusur
dengan mudah.
b. User
Friendly
Software ini sangat familiar dan
mudah digunakan, sehingga pemustaka dalam mengakses sumber informasi dapat
menemukan dengan cepat, dan dalam waktu yang singkat.
c. Sustainability
Membangun perpustakaan digital
berarti membangun untuk tujuan jangka panjang. Untuk itu perlu diperhatikan
keberlanjutan software yang akan kita beli.
d. Price
Dalam melakukan desain pengembangan
perlu diperhatikan permaslahan harga software yang akan digunakan, apabila
mengandalkan software yang gratis tentunya tidak memuaskan dan kurang dapat
dipercaya, karena belum tentu sesuai dengan kebutuhan perpustakaan.
e. Antisipasi
terhadap hak cipta, plagiarism, dan preservasi
Adanya Undang-undang hak cipta maka
perpustakaan perlu memperhatikan adanay software yang digunakan apakah tela
dilengkapi dengan perangkat anti plagiarism. Alat ini digunakan untuk memantau
semua aktivitas para pencari informasi ketika mereka melakukan akses informasi
mulai dari penelusuran, download dan
mengirimkan e-mail akan terpantau
dalam software ini. Kalau memungkinkan software yang dibeli akan lebih baik
kalau dapat mendeteksi adanya virus, sehingga dapat menjaga keamanan dan
keberlangsungan koleksi.
4. Pelaksanaan
Dalam melakukan desain pembangunann
perpustakaan digital perlu dibutuhkan tenaga yang mempunyai kemampuan yang
memadai dan perencanaan yang matang, yaitu:
a. Digitasi
Merupakan kegiatan proses konversi
materi cetak atau analog melalui scanning menjadi materi digital atau
elektronik, digital photograph, atau teknik lainnya.. Sedangkan materi yang
akan dilakukan digitasi meliputi:
1. Laporan
tugas akhir mahasiswa
2. Hasil
penelitian dosen
3. Hasil
pengabdian masyarakat dosen
4. Buku
pegangan/handout
5. Prosiding
6. Jurnal
terbita Politeknik Negeri Semarang
7. Laporan
kegiatan
8. Laporan
tahunan
9. Dokumen
penting lainnya yang merupakan hasil karya sivitas akademika Politeknik Negeri
Semarang.
b. Waktu
Pelaksanaan
Proses digitasi membutuhkan waktu 2
tahun, dengan jadwal sebagai berikut:
1. Menyusun
tim pelaksana digitasi
2. Menyusun
rencana anggaran biaya
3. Melaksanakan
proses digitasi
c. Pasca
Digitasi
Pasca digitasi ini merupakan
pekerjaan perpustakaan yang belum selesai karena perlu dipertimbagkan adanya
keberlanjutan koleksi, bagaimana proses simpan hasil digitasi, bagaimana kalau
ada perkebangan teknologi penyimpanan.
5. Evaluasi
Evaluasi
ini dilakukan mengenai pelaksanaan kegiatan dalam desain pengembangan
perpustakaan digital.
Untuk
tahapan berikutnya yang perlu
dipertimbangkan oleh perpustakaan dalam melakukan desain pengembagan perpustakaan
digital adalah, meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Seleksi
Perlunya
perpustakaan melakukan seleksi dalam menggunakan produk dalam perpustakaan
digital, hal ini untuk mengantisipasi banyaknya penyedia layanan dalam
pengembangan perpustakaan digital, biasanya penyedia konten akan menawarkan
produk-produk mereka, sehingga
perpustakaan dapat mempertimbangkan apakah salah satu produk tersebut dapat digunakan
dalam pengembangan perpustakaan digital di perpustakaan Politeknik Negeri
Semarang. Namun beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan tahapan
seleksi yaitu[5]:
a.
Apakah produk yang disediakan mampu
memenuhi kebutuhan wajib yang ditentukan?;
b.
Berapa banyak
dari kebutuhan yang diinginkan akan dipenuhi oleh produk?;
c.
Apakah standar
yang digunakan dalam produk?;
d.
Apakah user interface yang tepat dan mudah untuk digunakan dan tersedia dalam
berbagai bahasa yang diperlukan? Jika bahasa yang diperlukan tidak tersedia, bagaimana solusi
untuk mengembangkan interface dalam bahasa tersebut?;
e.
Adakah fitur untuk pencarian dan browsing informasi yang terkandung dalam
perpustakaan digital?;
f. Apa
lembaga-lembaga lainnya telah memiliki pengalaman dalam menggunakan produk ini?
Dalam menggunakan perangkat lunak
open source pengetahuan tambahan yang dibutuhkan oleh staf dalam institusi
untuk memungkinkan perangkat lunak untuk diterapkan dapat dipertimbangkan. Mendapatkan umpan balik
dari lembaga lain tentang pengalaman mereka bisa sangat membantu;
g. Bagaimana reputasi organisasi yang menyediakan
produk?;
h.
Apakah reputasi pemasok lokal?
Dalam kasus di mana produk ini dikembangkan oleh sebuah organisasi di suatu
negara mungkin tersedia di negara lain oleh lembaga regional atau nasional;
i. Dukungan apa yang tersedia dalam hal pelatihan,
dokumentasi dan bantuan online, dan ini tersedia dalam bahasa yang sesuai?;
j.
Apa implikasi hukum
menggunakan produk? Dalam banyak kasus departemen hukum lembaga mungkin
perlu terlibat dalam memeriksa lisensi / jaminan pelayanan atau dokumen hukum
lainnya mengenai akuisisi produk.
2.
Preservasi Perpustakaan Digital
Preservasi perpustakaan digital merupakan proses memilih,
mengadakan, mengolah, melayankan, serta memelihara dokumen atau data digital sehingga dapat
dimanfaatkan dalam waktu yang lama secara internal oleh publik sesuai dengan
kaidah, norma dan kode etik yang berlaku.[6]
Preservasi adalah semua kegiatan yang bertujuan
memperpanjang umur bahan pustaka dan informasi yang ada di
dalamnya.[7]
Selain itu definisi lain juga menyebutkan preservasi digital adalah upaya memastikan agar materi
digital tidak bergantung pada kerusakan dan perubahan teknologi. Secara umum
preservasi digital mencakup berbagai bentuk kegiatan, mulai dari kegiatan sederhana menciptakan tiruan
(replika atau copy) dari sebuah materi digital untuk disimpan, sampai kegiatan
transformasi digital yang cenderung rumit.[8]
Dalam
preservasi digital kegiatan yang dilakukan merupakan pemeliharaan koleksi
digital yang dapat menjamin akses jangka panjang memerlukan kebijakan dan
komitmen dari perpustakaan yang tinggi. Pemeliharaan koleksi digital meliputi
pemeliharaan dalam media penyimpanan, misalnya kaset, hard drive, dan flopy flash
disk memiliki masa hidup relatif pendek atau cepat usang, dalam kurun waktu
2-5 tahun, selanjutnya akan tergantikan dengan teknologi yang lebih baik.
Perlunya perpustakaan mengembangkan teknologi penyimpanan informasi digital
dari media penyimpanan lama ke media penyimpanan yang lebih canggih.
Sedangkan
mempertahankan akses ke isi dokumen (konten), apapun format filenya adalah
salah satu pemeliharaan yang harus dilakukan. Apabila format file tersebut
telah menjadi usang maka file harus dipindahkan dengan melakukan migrasi data.
Hal inipun akan terdapat kendala apabila
dalam migrasi data belum ada standar dalam melakukan kegiatan tersebut,
sehingga akan menimbulkan kerugian informasi setiap melakukan migrasi data dan
format memformat media penyimpanan fisik. Untuk kebutuhan tersebut, maka
perpustakaan perlu mengetahui bagimana proses dalam melakukan preservasi digital, yaitu:
a.
Teknik
Preservasi
Koleksi Digital
Untuk menyelamatkan
nilai informasi agar dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif lebih lama
lagi dan terhindar dari kerusakan terhadap koleksi digital atau elektronik, ada
beberapa cara preservasi digital yang dapat dilakukan, antara lain[9]:
1. Preservasi teknologi
(technology preservation) yaitu perawatan secara seksama
terhadap semua perangkat keras dan lunak yang dipakai
untuk membaca dan menjalankan sebuah materi digital.
2. Preservasi dengan
cara penyegaran atau pembaruan (refreshing) dengan memperhatikan usia
media (memindahkan data dari media yang satu ke media yang lain)..
3.
Preservasi
dengan cara
melakukan migrasi dan format ulang (migration and reformating)
merupakan kegiatan mengubah konfigurasi data digital tanpa mengubah kandungan
isi intelektualnya.
4.
Preservasi
dengan cara emulasi (emulation) yaitu proses “penyegaran” di lingkungan
sistem, Artinya secara teoritis dapat dilakukan pembuatan ulang secara berkala
terhadap program komputer tertentu agar dapat terus membaca data digital yang
terekam dalam berbagai format dari berbagai versi.
5.
Preservasi
dengan cara mengubah data digital menjadi analog, terutama untuk materi digital
yang sulit diselamatkan dengan semua cara di atas.[10]
b.
Mekanisme
Preservasi Digital
Preservasi digital merupakan
kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan agar sebuah obyek
informasi dalam keadaan baik dan dalam waktu lama (longevity) ada 2 hal
yang harus diperhatikan : 1. Media penampungnya harus tahan lama (CD-Rom, tape,
Disk), 2. Format isi atau informasi juga harus tahan lama, dalam arti terus
dapat dibaca (PDF, TIFF, JPEG)[11]. Preservasi digital
memerlukan praktik dan paradigma baru yang berbeda dengan preservasi
obyek non digital atau buku, dimana preservasi buku seringkali dilakukan pada satu titik waktu
tertentu dalam siklus hidup buku, sedangkan preservasi digital lebih bersifat
berjaga-jaga(pre-emptive) yang dilakukan
dari sejak informasi disimpan, selama informasi masih tersimpan dan
dalam proses secara terus menerus.
Lavoie dan Dempsey (2004) dalam
Putu Laxman Pendit[12] telah merumuskan beberapa mekanisme dalam preservasi digital
sebagai berikut :
1.
Presevasi
digital dilakukan secara terus menerus : berbeda dengan prservasi pada umumnya
yang mana kegiatan presevasi dilakukan pada saat informasi akan mengalami
kerusakan atau kepunahan. Sedangkan untuk preservasi digital harus dilakukan
secara terus menerus selama obyek informasi masih tersimpan.
2.
Preservasi
digital dilakukan secara Konsensus, preservasi diperlukan keputusan bersama dan
kepastian tentang apa dan bagaimana preservasi
terhadap obyek dilakukan.
3.
Berbagi
tanggungjawab, dalam dunia digital harus ada tanggungjawan dari produsen,
setidaknya dalam menentukan integritas obyek tersebut.
4.
Preservasi
digital dilakukan dengan melalui seleksi, dimana sebelum dilakukan preservasi
perlu diadakan seleksi secara bersama terhadap obyek mana yang perlu dan
penting untuk dilakukan prservasi dan mana yang sekiranya tidak perlu dan penting
dipreservasi.
5.
Dapat didanai,
proses preservasi digital harus didukung dengan penyediaan dana yang cukup,
maka perlu ada cara yang baik dalam memprediksi atau merencanakan terkait
dengan biaya preservasi yang dibutuhkan.
6.
Preservasi
digital merupakan kegiatan koperatif, ini merupakan bagian kegiatan kerjasama antar lembaga, lintas daerah, dan
bahkan lintas negara.
7.
Memerlukan
legalitas, obyek digital sering menimbulkan
perdebatan tentang kepentingan individual dan kepentingan umum yang
lebih besar, maka perlu dipersiapkan terkait dengan Hak Cipta, dalam hal ini
perlu negosiasi antara pihak perpustakaan dengan penulis, sehingga kegiatan
akan dapat dilakukan secara legal.
8.
Berpencar,
aktivitas preservasi digital dapat dilakukan secara terpencar terutama terkait
dengan tanggungjawab dan kerjasama lembaga.
9.
Berdampingan,
preservasi digital dapat berjalan berdampingan dengan
kegiatan yang lainnya.
10.
Terukur dengan
benar, preservasi digital yang dilakukan telah memenuhi syarat dan sesuai
dengan standar.
11.
Melahirkan
bisnis baru, berbeda dengan preservasi non digital, saat ini telah muncul
bisnis baru yang melibatkan penjaja (vendor) khusus dibidang preservasi.
12.
Sebagai salah
satu pilihan, preservasi digital biasanya menjadi salah satu pilihan dalam
kegiatan preservasi informasi.
13.
Kepentingan
umum, preservasi digital akan menjadikan buku menjadi milik umum dalam arti
yang sesungguhnya, terutama jika tersedia lewat internet dan mudah diakses
dimana saja.
3. Metadata
Metadata
merupakan data yang menggambarkan
isi dan atribut dari
setiap item tertentu dalam
perpustakaan digital. Ini adalah konsep akrab bagi pustakawan karena itu adalah salah satu hal utama pustakawan melakukan katalogisasi
atau membuat catatan yang
menjelaskan dokumen. Pertimbangan dalam penggunaan
metadata ini perlu mempertimbangkan metadata yang dapat digunakan untuk
pelestarian onjek digital. Metadata ini mengandung informasi yang kita pelukan
untuk mengelola dan melestarikan objek digital sepanjang waktu sambil
memastikan konteks, sejarah, dan teknik yang diperlukan untuk menggunakan objek
tersebut tetap berlaku.[13]
- Akses
Perkembangan teknologi informasi membuat orang
berharap bahwa segala bentuk dan ragam informasi dapat diperoleh dengan mudah
oleh siapa saja khususnya masyarakat informasi, dapat dilakukan dimana saja,
dan kapan saja. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dalam desain
penngembangan perpustakaan digital juga diperlukan adanya akses. Akses
merupakan salah satu kata paling penting dalam konsep dan desain dalam
pengembangan perpustakaan digital[14].
Akses yang disediakan oleh perpustakaan Politeknik
Negeri Semarang tentunya akan memberikan kemudahan bagi sivitas akademika untuk
mendapatkan informasi yaitu bahan perpustakaan koleksi lokal maupun koleksi
umum. Akses yang disediakan secara terbuka (open
access), ini merupakan upaya dari perpustakaan untuk menyediakan sumber
daya digital secara terbuka tanpa persyaratan untuk otentifikasii atau bayaran.
5. Sumber
Daya Manusia
Perpustakaan
digital merupakan lingkungan yang menantang bagi pustakawan. Dengan tiadanya
jasa fisik yang diberikan, maka peran pustakawan berubah dari fasilitator
antara pemustaka dengan sumber daya informasi berubah menjadi fasislitator
antara pemustaka dan sistem. Akan tetapi fenomena yang terjadi di dalam dunia
perpustakaan kita, khususnya di Indonesia karenaadanya faktor kekurangtanggapan perpustakaan dan pustakawannya
dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi sehingga menyebabkan
keterlambatan dalam mengadopsi teknologi yang ada. Hal tersebut disebabkan
karena kekurangsiapan sumber daya manusia di perpustakaan itu sendiri. Dalam
bidang perpustakaan, Abell dan Oxbrow (2001) dalam Pendit[15]
pernah mengidentifikasi hambatan yang menyebabkan kurangnya keterlibatan
pustakawan dan profesional informasi lainnya dalam penerapan teknologi. Untuk
itu dalam mendesain perpustakaan digital diperlukan pemeriksaan terhadap
kompetensi dan ketrampilan inti pustakawan yang banyak mengelola objek-objek
digital. Ketrampilan inti pustakawan tersebut, meliputi:
a.
Ketrampilan yang berhubungan dengan
upaya memahami pemakai, termasuk kemampuan melakukan pemetaan kebutuhan
pemakai, mengenali proses informasi yang terjadi dalam diri maupun kelompok
pemakai.
b.
Kemampuan mengelola sumber daya
informasi, baik dari segi isi, asal, proses riset, simpan dan temu kembali serta hubungan denga
pemasok informasi.
c.
Profesi informasi harus menguasi proses
penyebaran dan penyampaian informasi termasuk abstraksi, analisis,
penyuntingan, desain, penerapan teknologi informasi, dan sintesa informasi
didalam lingkungan digital dan internet.
d.
Kemampuan menjadi manajer berkaitan
dengan pengelolaan sejumlah besar objek yang saling berhubungan atau hypertextuality.
Melihat
ketrampilan yang dibutuhkan dalam pengelolaan perpustakaan digital, maka
perlunya pustakawan membekali diri dengan ketrampilan dan pengetahuan mengenai
perkembangan teknologi informasi.
6. Evaluasi
Sebagaimana program dan aktivitas perpustakaan konvensional, evaluasi
pembangunan perpustakaan digital secara berkala perlu dilakukan. Evaluasi
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar keberadaan perpustakaan digital dapat
memenuhi keinginan pemustaka. Dalam melakukan evaluasi diperlukan data
pendukung berupa laporan, yang meliputi berapa jumlah rata-rata pengujung per
harinya, informasi/koleksi bidang apa yang paling banyak diminati, jumlah
koleksi diterima per bulan, tingkat kepuasan pelanggan, dan lainnya. Dari hasil
evaluasi tersebut akan dapat diketahui seberapa efisien dan efektif dalam
pemberdayaan dan pemanfaat perpustakaan digital bagi perpustakaan.
7.
Kebijakan Hak Intelektual
Kebijakan perpustakaan dalam
kaitanya dengan perlindungan terhadap hak intelektual mengacu pada UU yang
berlaku khususnya dalam setiap aktivitas layanan informasinya harus
diperhatikan dalam proses
pengolahan maupun pangalih-mediaan dokumen yang memperhatikan adanya kebijakan
dalam pemberian toleransi dari produk hukum yang berupa aturan disiplin dan
sanksi yang tegas (misalnya UU hak cipta) terhadap suatu kegiatan aktivitas
lembaga tertentu (misalnya lembaga pusat dokumentasi, perpustakaan, dan informasi) dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebatas ranah kewajaran..
Dalam konteks ini, UU tersebut sudah memberikan batasan dan syarat secara
jelas dan tegas terhadap lembaga pengelola pusdokinfo, termasuk juga
perpustakaan. Tujuannya adalah untuk melindungi setiap koleksi yang
didigitalkan terhadap pelanggaran hak cipta. Dalam UU Hak Cipta No.19 Tahun
2002, istilah koleksi disebut dengan ciptaan. Penulis menegaskan bahwa
pemakaian istilah koleksi atau ciptaan dianggap sama maknanya yaitu setiap
hasil karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra (Pasal 1 ayat 3). Sedangkan, koleksi digital
diartikan sebagai karya cipta hasil pengalihwujudan yang dilindungi oleh hukum
hak cipta. Pernyataan ini diatur dalam Pasal 12 ayat 1 point (l) UU Hak Cipta
No.19 Tahun 2002 bahwa:
“dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup: karya terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampe, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan”.
Dalam mengelola sumber-sumber koleksi digitalnya, khusunya karya hasil
penelitian dan jurnal, hendaknya perpustakaan lebih memperhatikan empat prinsip
tentang kaedah atau aturan digitalisasi seperti halnya yang dikatakan oleh
Pendit[16]
yaitu privasi (kerahasiaan), akurasi (keaslian), properti (kepemilikan), dan
keteraksesan informasi. Sebagai contoh dalam implementasi kaedah-kaedah
tersebut, perpustakaan harus memperhatikan:
1.
Privasi, menyangkut kerahasiaan berarti
masalah keamanan database koleksi digital, maka pada sistem jaringan
perpustakaan digitalnya ditanami sistem keamanan (mosesax). Pihak perpustakaan
juga memberikan batasan-batasan terhadap koleksi local content yang akan
diakses, misalnya pengguna tidak dapat men-download file-nya. Tujuannya
agar tidak terjadi penjiplakan atau pembajakan ciptaan digital secara
besarbesaran.
2.
Properti, mengenai kewajiban serah karya
cetak dan rekam yang sudah diserahkan ke perpustakaan adalah milik sepenuhnya
perpustakaan, karena sudah ada kesepakatan atau lisensi di atas surat
pernyataan terlebih dahulu.
3.
Akurasi atau keaslian. Hal tersebut diatur
dalam Pasal 25 ayat 1 UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002 bahwa: “informasi
elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak boleh ditiadakan atau
diubah”. Berdasarkan pasal tersebut, maka perpustakaan dalam mendigitalkan
koleksi tetap mencantumkan identitas penulis aslinya, dan tugas perpustakaan
hanya mempublikasikan informasi. Misalnya, untuk keaslian identitas si penulis,
dalam setiap halaman koleksi digital di bagian footer diberi tanda copyrigth
atau “©”. Sebagai contoh e-jurnal “Al-Jamiah”, di bagian footer-nya
disisipkan identitas aslinya yaitu”Al- Jamiah: Journal of Islamic Studies”.
4.
Hak Akses, semua koleksi local content dapat
diakses secara bebas dan dapat dibaca secara keseluruhan (full text).
Akan tetapi, pengguna tidak dapat men-download file digital tersebut Mengenai
aspek keaslian dari identitas si penulis karya digital
Asumsinya bahwa setiap ide, gagasan, maupun pikiran yang sudah tertuang
dalam bentuk karya intelektual / koleksi adalah dilindungi hak cipta, baik itu
berbentuk koleksi cetak (printed) maupun elektronik (digital). Sehingga dalam
menjaga agar aman dalam pelanggran hak cipta, perpustakaan Politeknik Negeri
Semarang telah menyiapkan beberapa perangkat atau peraturan terulis yang isinya
memuat kesepakatan dan lisensi diantara kedua belah pihak. Dengan pernyataan
bahwa setiap koleksi/informasi yang sudah diterima perpustakaan itu adalah hak
prerogrratif perpustakaan untuk mengalihmediakan koleksinya ke bentuk apapun
tanpa adanya complain dari si penulis karya tersebut. Pernyataan tertulis itu
bisa dijadikan peraturan maupun kebijakan perpustakaan untuk melindungi setiap
koleksi yang dikelolanya.
Beberapa kebijakan yang diberikan perpustakaan dalam mengelola sumber daya
digital, antara lain peraturan deposit,
trade-secrecy, copy left, dan doktin fair use.
1. Peraturan Deposit
Menurut Sulistiyo-Basuki[17],
Undang-undang deposit adalah undang-undang yang mewajibkan setiap penerbit atau
pencetak mengirimkan contoh terbitannya (biasanya dua eksemplar atau lebih) ke
perpustakaan nasional atau perpustakaan lain yang ditunjuk. Tidak hanya koleksi
tercetak saja yang diatur dalam peraturan tersebut, kini juga mewajibkan
mengirimkan koleksi terekam seperti kaset, piringan hitam dan lembaran musik.
Namun, dalam prakteknya istilah UU Deposit tidak dapat dilaksanakan secara
maksimal oleh lembaga perpustakaan, karena ketentuan dan peraturan normatifnya
bersifat universal, dan itupun hanya berlaku untuk Perpustakaan Nasional.
Padahal, di masing-masing jenis perpustakaan memiliki peraturan dan kebijakan
yang berbeda-beda, serta fungsi perpustakaan dalam melayankan informasinya juga
berbeda. Termasuk juga bagi Perpustakaan Perguruan Tinggi, undang-undang
tersebut sangat sulit untuk diterapkan. Dengan memiliki kebijakan khusus,
Perpustakaan Perguruan Tinggi dapat membuat dan mengeluarkan peraturan deposit,
di mana memiliki konteks dan isi yang bersifat lokal dan kondisional.
Dengan kata lain bahwa peraturan deposit tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan kapasitas perpustakaan dalam mengelola sumber-sumber informasinya.
Peraturan deposit berisi kewajiban bagi pencipta dan sekaligus pengguna untuk
menyerahkan karya ciptanya, baik karya cetak atau karya rekam sesuai dengan
yang ditentukan oleh perpustakaan. Kewajiban serah simpan karya cetak dan karya
rekam yang diatur dalam peraturan ini bertujuan untuk mengembangkan
sumber-sumber informasi unggulan pada perpustakaan dan melestarikannya sebagai
hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, dengan
peraturan deposit yang dibuat oleh perpustakaan akan memiliki kebijakan dan
peraturan khusus, tanpa adanya penekanan dari hak cipta. Menurut Sulistiyo-Basuki[18],
ketika peraturan deposit dikaitkan dengan hak cipta maka dalam menggandakan
ciptaan satu kopi harus memiliki izin terlebih dulu dengan ketentuan sebagai
berikut :
1.
Kopi tersebut digunakan bukan untuk mencari untung,
tetapi dibuat oleh perpustakaan untuk kepentingan umum, serta harus ada tanda copyright
”©” pada kopi ganda.
2.
Untuk karya yang tidak diterbitkan maka kopi tersebut
berlaku sebagai kopi pelestarian atau sebagai substitusi bagi peminjaman ke
luar perpustakaan.
3.
Kopi untuk menggantikan kopi asli yang hilang atau
rusak, apabila perpustakaan tidak dapat memperoleh gantinya dengan harga wajar.
4.
Bagi artikel yang diperoleh dari perpustakaan lain
maka kopi artikel tersebut hanya boleh digunakan untuk keperluan pribadi serta
harus mencantumkan ketentuan hak cipta.
Terkait
dengan pencantuman tanda copyright dari setiap karya, baik yang karya
cetak maupun digital memiliki cara dan strategi yang khusus. Hakim dalam http:// [19]
mengatakan
bahwa ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh lembaga informasi atau
perpustakaan dalam mendapatkan dan mencantumkan tanda copyright pada
koleksi digital, yaitu:
1.
Perpustakaan dapat mengirimkan surat kepada pengarang,
penerbit atau pemegang hak cipta suatu karya agar memberikan izin kepada
perpustakaan mendigitalkan hasil karyanya.
2.
Perpustakaan sering mendapatkan sumbangan laporan
penelitian, makalah atau publikasi lainnya. Perpustakaan dapat menyodorkan
surat perjanjian yang berisi kesediaannya penyumbang memberikan izin kepada
perpustakaan untuk mendigitalkan hasil penelitian atau makalah yang
disumbangkan kepada perpustakaan. Di dalam surat perjanjian tersebut juga
dimuat pernyataan bahwa perpustakaan akan ikut melindungi hak cipta dari
pengarang bersangkutan.
3.
Perpustakaan juga dapat melengkapi koleksi digital
perpustakaan dengan mencari koleksi digital berlabel open content di
internet. Open content ini memungkinkan masyarakat memanfaatkan suatu
dokumen tanpa perlu takut akan hak cipta yang melekat didalamnya karena penulis
atau pemilik hak cipta karya tersebut memberikan kebebasan kepada masyarakat
untuk mengakses dan memanfaatkan hasil karnyanya.
4.
Perpustakaan harus menentukan standar file koleksi
digital yang tidak memungkinkan orang untuk merubah isi dari koleksi digital.
Standar file koleksi digital tersebut adalah file dalam format PDF. Stardar
file jenis ini tidak memberikan kesempatan seseorang untuk melakukan editing
file sehingga keaslian file tersebut dapat terjaga.
2. Trade-Secrecy
Trade-secrecy adalah pembatasan akses informasi pada sebuah
organisasi yang biasanya dilakukan dengan penandatanganan persetujuan
sebelumnya. Jelasnya peraturan ini adalah suatu peraturan perjanjian tentang
pembatasan hak akses organisasi perpustakaan dalam memanfaatkan hak milik
intelektual orang lain. Beberapa cara umum digunakan dalam mengontrol hak cipta
pada sebuah akses informasi dalam perpustakaan digital yaitu:
1.
Menyediakan formulir perjanjian antara lembaga dan
penulis. Penulis harus menyetujui hasil karyanya dipublikasikan secara digital
oleh perpustakaan sesuai dengan aturan dan perjanjian yang berlaku.
2.
Mengedit hasil karya dengan menambahkan informasi
pencipta karya tersebut, sesuai dengan persetujuan yang telah ditetapkan.
3.
Membatasi akses pengguna terhadap dokumentasi
tertentu, misalnya file tertentu hanya bisa dibaca dan tidak bisa di-copy atau
didownload[20].
3. Copy Left
Selain perpustakaan harus memahami hak cipta sebagai landasan kebijakan
pengikat informasi digitalnya, perpustakaan juga dapat mengembangkan copy
left sebagai lawan dari copyright (hak cipta). Jika copyright umumnya
digunakan untuk melarang penggunaan karya intelektual tanpa seizin dari
pemegang hak ciptanya, maka copy left justru memastikan bahwa setiap
orang yang memperkaya intelektual tersebut dapat menggunakan, memodifikasi, dan
juga meredistribusi baik karya yang asli atau karya turunannya. Dalam istilah copy
left, si pencipta tidak menjelmakan hak ekonomisnya namun tetap menegakkan
hak moralnya, yaitu hak pencantuman nama dalam ciptaannya.
Kandungan copy left yaitu sekumpulan lisensi yang diberikan pada
setiap orang yang memiliki kopi suatu karya ilmiah untuk menjamin agar orang
tersebut dapat menjalankan hak ekonomi atas karya tersebut (menggandakan,
menyebarluaskan, memodifikasi) dengan syarat karya tersebut dan turunannya
disebarkan dengan lisensi yang sama. Lisensi dalam copy left menjamin
bahwa setiap pemilik dari kopi suatu karya digital dapat melakukan tiga hal
yaitu menggunakannya tanpa pembatasan apapun, meredistribusikannya sebanyak
apapun yang diinginkan, dan memodifikasinya dengan cara apapun yang dianggap
memungkinkan[21].
4. Doktrin Fair Use
Terdapat pengecualian bahwa ketentuan hukum mengenai hak cipta memungkinkan
penggunaan suatu ciptaan tanpa seizin dari pemegang haknya sepanjang tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari si pencipta. Pengecualian tersebut
bersifat limitatif dan hanya berlaku terhadap apa-apa yang tercantum
dalam UU Hak Cipta. Konsepsi pengecualian ini disebut dengan doktrin penggunaan
yang wajar atau fair use doctrine[22].
Inti dari doktrin ini adalah bagaimana agar tindakan dalam pengelolaan
karya intelektual tersebut memiliki dasar pembenaran berdasarkan doktrin fair
use setelah ada izin untuk mangalihwujudkan dan menyiarkannya di layanan
perpustakaan digital. Evans [23],
menyatakan bahwa terdapat beberapa kriteria ciptaan yang masuk dalam kategori
peraturan doktrin fair use, antara lain:
1.
Ciptaan tersebut digunakan sesuai dengan tujuan dan
karakteristiknya, misalnya untuk pendidikan non-profit dan bukan untuk
komersial.
2.
Bersifat mematuhi peraturan hak cipta.
3.
Jumlah dan substansi dari bagian ciptaan yang
digunakan dalam hubungan kerja secara keseluruhan tetap berpedoman pada aturan
hak cipta.
4.
Pengaruh dari penggunaan ciptaan diatas untuk membuka
potensi dan nilai pasar yang baik.
Menurut Pendit [24],
terdapat beberapa bentuk pengecualian doktrin fair use terhadap koleksi
digital juga diatur dalam Pasal 15 UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002, yang mana
menyatakan bahwa “sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan”, dan tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta bila:
1.
Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, dan penulisan karya ilmiah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta.
2.
Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya atau
sebagian, guna keperluan ceramah, pertunjukan dan pementasan untuk tujuan
pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta tidak memungut biaya yang merugikan
pencipta.
3.
Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra dalam huruf Braille guna keperluan para tunanetra, kecuali
jika perbanyakan itu bersifat komersial.
4.
Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh
pemilik program komputer yang dilakukan semata-semata untuk digunakan sendiri.
D. Kesimpulan
Perkembangan
dan kemajuan teknologi dalam bidang informasi, dengan adanya penemuan jaringan internet, access, informasi dalam bentuk digital
telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan perpustakaan. Sumber
daya manusia perpustakaan yang mempunyai kompetensi di bidangteknologi sangat
dibutuhkan untuk keberlangsungan dalam pengelolaan, penyebaran, dan penyimpanan
dokumen digital.
Adanya
perkembangan teknologi di bidang perpustakaan menuntuk perpustakaan dan
pustakawannya untuk dapat menyediakan layanan berupa akses yang cepat, mudah
dan murah bagi pemustaka sivitas akdemika. Maka perlu adanya desain
pengembangan perpustakaan digital baik dalam proses penataan sistem,
infrastruktur, pengelolaan dokumen digital dan hak intelektual dalam rangka
melindungi karya intelektual sivitas akademika Politeknik Negeri Semarang.
Kebutuhan
perpustakaan digital di perpustakaan Politeknik Negeri Semarang tidak dapat
ditunda lagi, sehingga perlunya pengelola perpustakaan untuk melakukan desain
pengembangan perpustakaan digital untuk memberikan kemudahan akses bai sivitas
akademika Politeknik Negeri Semarang dalam mendapatkan sumber informasi bahan
perpustakaan local yang dimiliki perpustakaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Basuki, Sulistiyo. 1993. Pengantar Ilmu
Perpustakaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Davis, Hugh. Automatic extraction of Hypermedia Bundles from the digital library. http://www.csdl.tamu.edu/DL95/papers/davis/davis.html.
Diakses tanggal 17 Juli 2011, jam 21.13.
Evans, G. Edward. 2000. Developing Library and
Information Center Collection: Fourth Edition. Colorado: Libraries
Unlimited a Division of Greenwood Publishing Group. Inc.
http://sungadi-sungadi.blogspot.com/2010/11/desain-perpustakaan-digital-sebuah.html,
diakses 6 April 2011, jam 8.36
Mustafa. B. 2008. Materi Kuliah
Preservasi Dokumen Digital, Bogor:
Program S2 MTIP IPB 2008.
Putu Laxman Pendit. 2008 Perpustakaan Digital dari A sampai Z,
Jakarta : Cita
Karyakarsa Mandiri.
Putu Laxman
Pendit, 2009. Perpustakaan Digital: Kesinambungan & Dinamika,
Jakarta: Citra Karyakarsa Mandiri.
Pendit,Putu Laxman.2007. Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan
Perguruan Tinggi Indonesia. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Qalyubi, Syihabuddin, dkk. 2003. Dasar.dasar
ilmu perpustakaan dan informasi.Yogyakarta:Jurusan
Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab.
Suprihadi, Eddy. Digitalisasi Informasi Karya Ilmiah dan Perlindungan
Karya Intelektual (makalah). Disampaikan dalam seminar “Online Informasi
Resource Sharing dan Digitalisasi Karya Ilmiah di Lingkungan Perguruan Tinggi”,
Universitas Malang, tanggal 3 Oktober 2005.
Wendy Smith
dalam Purwono, 2009.
Dasar-dasar Dokumentasi :
Pelestarian Dokumen. Jakarta :
Universitas Terbuka.
[1] Qalyubi,
Syihabuddin, dkk. 2003. Dasar.dasar ilmu perpustakaan dan informasi.Yogyakarta:Jurusan Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab.
[2] Davis, Hugh. Automatic extraction of Hypermedia Bundles
from the digital library. http://www.csdl.tamu.edu/DL95/papers/davis/davis.html.
Diakses tanggal 17 Juli 2011, jam 21.13.
[3] Ibid 1
[4]
http://sungadi-sungadi.blogspot.com/2010/11/desain-perpustakaan-digital-sebuah.html,
diakses 6 April 2011, jam 8.36
[5]
Lucy Ted andrew large (2005), digital
liberaries: principle and practice in global environment. Munchen: KG. Saur
[6] Mustafa. B. 2008.
Materi Kuliah Preservasi Dokumen Digital, Bogor: Program S2 MTIP IPB,
[7] Wendy Smith dalam Purwono, 2009. Dasar-dasar Dokumentasi : Pelestarian Dokumen. Jakarta : Universitas Terbuka, hlm. 217.
[8] Putu Laxman Pendit, 2008. Perpustakaan Digital dari A sampai Z, sJakarta :
Cita Karyakarsa Mandiri,
hlm. 248
[9]
Putu Laxman Pendit, 2009. Perpustakaan Digital: Kesinambungan & Dinamika, Jakarta: Citra Karyakarsa Mandiri. hlm. 114
[10] Putu Laxman Pendit, 2008. Perpustakaan Digital dari A sampai Z. Jakarta : Cita Karyakarsa Mandiri. hlm. 253.
[11]
Ibid9.hlm.114.
[12]
Ibid9.hlm.110.
[13]
Ibid9.hlm.95.
[14]
Ibid10.hlm.17.
[15]
Ibid9.hlm.185.
[16] Pendit,Putu Laxman.2007. Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan
Perguruan Tinggi Indonesia. Jakarta: CV. Sagung Seto.hlm.166.
[17]
Basuki, Sulistiyo. 1993. Pengantar
Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hlm.44.
[19]
http://pustaka1987.wordpress.com/2010/08/31/kebijakan-hak-cipta-dalam-digitalisasi-koleksi-2/,
diakses, 5/4/2011, jam 1419
[20] Suprihadi, Eddy. Digitalisasi Informasi Karya Ilmiah dan Perlindungan
Karya Intelektual (makalah). Disampaikan dalam seminar “Online Informasi
Resource Sharing dan Digitalisasi Karya Ilmiah di Lingkungan Perguruan Tinggi”,
Universitas Malang, tanggal 3 Oktober 2005.hlm.4.
[21] Ibid 9
h lm.168.
[22] Ibid 9 hlm 170
[23] Evans, G. Edward. 2000. Developing Library and Information Center
Collection: Fourth Edition. Colorado: Libraries Unlimited a Division of
Greenwood Publishing Group. Inc. hlm. 528.